KEPRIBADIAN DALAM PERILAKU KONSUMEN

Perilaku konsumen adalah suatu tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka. Focus dari perilaku konsumen adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya mereka yang telah tersedia untuk mengkonsumsi suatu barang. Selain itu, ada beberapa pengertian perilaku konsumen menurut para ahli, antara lain :


Menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah “Consumer behavior can be defined as the behavior that customer display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products, services, and ideas they expect will satisfy they needs”. Pengertian tersebut berarti perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.

Menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah: “Consumer behavior may be defined as the decision process and physical activity individuals engage in when evaluating, acquiring, using, or disposing of goods and services”. Dapat dijelaskan perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.

Menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan sebagai: “the various facets of the decision of the decision process by which customers come to purchase and consume a product”. Dapat dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.
Ada dua wujud konsumen yaitu :

1. Personal Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya sendiri.

2. Organizational Consumer : konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan organisasi tersebut.

Berdasarkan landasan teori, ada dua faktor dasar yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu :

A. Faktor eksternal adalah merupakan faktor yang meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial, kebudayaan, marketing strategy, dan kelompok referensi. Kelompok referensi merupakan kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung pada sikap dan perilaku konsumen. Kelompok referensi akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku.

B. Faktor internal adalah merupakan faktor yang termasuk adalah motivasi, persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman. Seringkali perilaku manusia diperoleh dari mempelajari sesuatu.

A. Konsep Perilaku Konsumen

Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah “Consumer behavior can be defined as the behavior that customer display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products, services, and ideas they expect will satisfy they needs”. Selain itu perilku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah: “Consumer behavior may be defined as the decision process and physical activity individuals engage in when evaluating, acquiring, using, or disposing of goods and services”. Dapat dijelaskan perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.

B. Model Perilaku Konsumen

Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari. Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli konsumen secara amat rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka membeli. Strategi pemasaran bukan hanya disesuaikan dengan konsumen, tetapi juga mengubah apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh konsumen tentang diri mereka sendiri, tentang berbagai macam tawaran pasar, serta tentang situasi yang tepat untuk pembelian dan penggunaan produk.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN

Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (1996) keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari pembeli.

1.      Faktor Budaya
2.      Faktor Sosial
3.      Faktor Pribadi
4.      Faktor Psikologis

Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda-beda dari objek yang sama karena adanya tiga proses persepsi:
  • Perhatian yang selektif
  • Gangguan yang selektif
  • Mengingat kembali yang selektif


Pembelajaran menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sedang kepercayaan merupakan suatu pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

D. Kepribadian Dan Perilaku Konsumen

Kepribadian menurut psikologi modern yaitu: “Kepribadian adalah organisasi yang dinamis dari sistem psikofisis individu yang menetukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungannya secara unik”.
Jadi, kepribadian seorang dewasa umumnya sekarang dianggap ter buat dari baik faktor keturunan maupun lingkungan, yang diperlunak oleh faktor situasi.
  • Keturunan.
  • Lingkungan.
  • Situasi.
  • Dinamis,
  • Organisasi sistem,
  • Psikofisis,
  • Unik,


E. Karakteristik Pribadi Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Keputusan membeli dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap daur hidup pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli.

  • Umur dan Tahap Daur Hidup
  • Pekerjaan
  • Situasi Ekonomi
  • Kepribadian


F. Teori- Teori Kepribadian

Teori Psychoanalitis : Teori ini menunjukkan bahwa perilaku manusia ini dikuasai oleh personalitasnya atau kepribadiannya. Teori ini sebenarnya bercermin atas adanya suatu pandangan konflik dari perilaku manusia ini. Namun suatu penjelasan yang lebih berarti, komprehensif, dan sistematis mengenai konflik tersebut, adalah penjelasan yang dikembangkan dan dikenal dengan Teori Sigmund Freud.

Teori Psikoanalitis ini menekankan pada sifat-sifat kepribadian yang tak didasari sebagai hasil dari konflik masa kanak-kanak. Konflik itu diturunkan menjadi 3 komponen kepribadian yang terdiri atas:

Konsep diri (Citra Diri) akan menjadi pokok bahasan yang populer untuk melihat hubungan antara bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri dan perilaku apa yang diperlihatkan sebagai konsumen. Dengan pendekatan kepribadian, konsumen digolongkan berdasarkan penggolongan kepribadian yang telah ada disusun oleh para ahli, pada konsep diri, konsumen menggambarkan diri mereka sendiri di mana penggambaran ini mungkin akan berbeda dari orang luar memandang mereka.

Beberapa kekurangan dari konsep ini tidak mengurangi manfaatnya dalam aplikasi pemasaran, diantaranya segmentasi pasar, iklan, kemasan, penjualan personal, pengembangan produk, dan retail. Analisis konsep diri konsumen dan bagaimana mereka memandang merek sangat membantu pemasar dalam mengembangkan produk baru. Merek baru dapat diciptakan berdasarkan profil konsep diri konsumen yang belum difasilitasi oleh merek-merek yang sudah ada.

Penelitian memperlihatkan bahwa pandangan terhadap diri sendiri dapat digunakan sebagai alat untuk memperkirakan preferensi konsumen terhadap merek.

A.     Perpektif Konsep Diri (Self Concepts) / Citra Diri

Pengertian dari konsep diri adalah persepsi, perasaan, dan sikap seorang individu terhadap dirinya sendiri. Konsep diri manusia dapat dilihat dari 4 dimensi, yaitu konsep diri aktual, konsep diri ideal, private self, dan social self.

1.      Konsep diri aktual adalah siapa diri saya saat ini.
2.      Konsep diri ideal adalah saya ingin menjadi siapa saat ini.
3.      Private self adalah bagaimana saya ingin memandang diri saya sendiri.
4.      Social self adalah bagaimana saya ingin dipandang oleh orang lain.

Dalam pembahasan lebih lanjut, konsep diri dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu konsep diri yang bersifat independent dan interdependent. Hal ini biasa juga disebut dengan separateness dan connectedness. Konsep diri independent didasarkan pada budaya barat yang menganggap bahwa tiap individu benar-benar terpisah. Konsep diri independent menekankan pada hal-hal, seperti tujuan pribadi, karakteristik, pencapaian dan keinginan. Mereka yang memiliki konsep diri kategori ini akan cenderung individualis, egocentric, dan mengandalkan pada diri sendiri.

Di sisi yang lain, terdapat konsep diri yang bersifat interdependent. Kategori ini didasarkan pada budaya Asia yang mempercayai adanya keterkaitan antartiap manusia. Konsep diri ini menekankan pada hal-hal seperti keluarga, budaya, hubungan sosial, dan sebagainya. Mereka yang memiliki konsep diri ini cenderung taat terhadap peraturan, sociocentric, memiliki keterkaitan tinggi dengan lingkungannya, dan berorientasi pada hubungan .

Pengkategorian konsep diri ini tidak selalu bersifat mutlak. Masing-masing berada di ujung ekstrem suatu dimensi, dan masih memungkinkan seorang individu memiliki konsep diri yang berada di posisi antara keduanya. Perbedaan konsep diri telah terbukti mempengaruhi perilaku konsumen, seperti pesan-pesan yang dapat dicerna oleh konsumen, konsumsi produk-produk mewah, dan jenis maupun merek produk yang terpilih dan dibeli oleh konsumen. Para pemasar sering menggunakan pemahaman akan peran konsep diri dalam menerapkan strategi pemasaran. Contohnya, dalam sebuah  iklan yang menampilkan kesan kebersamaan atau kekeluargaan akan lebih efektif bagi konsumen yang memiliki konsep diri interdependent.
Kepemilikan dan Penembangan Diri (Extended Self)

            Dalam pembahasan mengenai konsep diri, dikenal sebuah teori yang dikemukakan oleh Belk yang disebut dengan extended self. Istilah tersebut merujuk pada kecenderungan seseorang untuk mendefinisikan dirinya sendiri berdasarkan kepemilikannya (possession). Kepemilikan yang dimaksud di sini tidak harus sesuatu yang besar, seperti rumah atau mobil. Namun, bisa berupa benda-benda kecil, seperti pigura, hewan peliharaan ataupun panci untuk memasak. Suatu produk dapat menjadi bagian dari extended self karena digunakan selama suatu periode waktu tertentu dan meninggalkan kenangan maupun nilai tertentu pada diri pengguna.

            Sebagai contoh, sebuah kalung emas yang dibeli 20 tahun yang lalu dan telah digunakan selama periode waktu tersebut sehingga telah melekat dan memberi arti khusus bagi si pemakai.

            Faktor lain yang dapat menyebabkan suatu produk menjadi bagian dari extended self adalah adanya peak experience dengan produk tersebut, yaitu sebuah pengalaman yang ditandai dengan keberadaan perasaan yang lebih dari biasanya, baik itu perasaan senang, ketegangan, pencapaian dan sebagainya. Produk tersebut, misalnya produk-produk yang diperoleh atau digunakan saat melalui perubahan besar dalam hidup, seperti pernikahan, kematian, perceraian, dan sebagainya. Sebuah skala yang mengukur sejauh mana suatu produk terlibat dalam extended self telah diciptakan dalam bentuk skala Likert.

            Kepemilikan terhadap suatu produk bisa saja mempengaruhi sikap seseorang terhadap produk tersebut tanpa adanya efek extended self. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya mere ownership effect atau juga sering disebut dengan endowment effect, artinya kecenderungan pemilik untuk memberikan penilaian terhadap produk yang lebih baik daripada mereka yang bukan pemilik. Ada kecenderungan seseorang akan lebih menyukai produk tersebut setelah memilikinya selama sekian waktu.

            Konsep extended self dan mere ownership effect memiliki banyak implikasi bagi strategi pemasaran. Salah satunya adalah komunikasi yang menyebabkan konsumen memvisualisasikan kepemilikan atas suatu produk yang menyebabkan penilaian terhadap produk yang lebih baik. Selain itu, uji coba terhadap produk dan pemberian sampel produk pada konsumenj juga dapat memberikan efek serupa.

 B. Pola Konsumsi dan Konsep Diri  (Citra Diri)

Manusia sering kali berusaha untuk mempertahankan actual self-concept dan ingin mencapai ideal self-concept salah satunya melalui pembelian dan penggunaan barang, jasa dan media. Produk dan merek memiliki nilai simbolik tersendiri di mata konsumen. Konsumen mengevaluasinya berdasarkan konsistensi dengan pandangan terhadap dirinya sendiri.

Berdasarkan penelitian, konsumen cenderung untuk memilih produk atau merek yang sesuai dengan dirinya atau dengan apa yang ingin dicapainya sebagai manusia. Hal ini terutama berlaku bagi kaum wanita. Lebih banyak wanita daripada pria yang menganggap bahwa produk yang mereka gunakan mencerminkan kepribadiannya sendiri.

Sumber : 
artikel dari Agus Arijanto,SE,MM
angga.blog.esaunggul.ac.id/2012/11/04/faktor-kepribadian-dalam-perilaku-konsumen/

Buscar

 

Labels

rinna rinna rinna Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger