Sistem ekonomi Indonesia

Mohammad Hatta selaku Wakil Presiden Republik Indonesia dalam Konferensi Ekonomi di Yogyakarta pada tanggal 3 Februari 1946 mengungkapkan bahwa dasar politik perekonomian Republik Indonesia terpancang dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam bab “Kesejahteraan Sosial” Pasal 33. Dalam pidatonya, Mohammad Hatta menegaskan bahwa dasar perekonomian yang sesuai dengan cita-cita tolong-menolong ialah koperasi. Seluruh perekonomian rakyat harus berdasarkan koperasi, tetapi tidak segala usaha harus dilakukan secara koperasi. Dikatakan selanjutnya bahwa usaha-usaha yang dapat dikerjakan oleh orang seorang dengan tidak menguasai hidup orang banyak boleh terus dikerjakan oleh orang seorang itu. Bahkan juga dikatakan oleh Hatta waktu itu, “Paksaan berkoperasi kepada perusahaan-perusahaan kecil yang tersebar letaknya tidak pada tempatnya, malahan melanggar dasar koperasi. 
Adapun Sumitro Djojohadikusumo dalam pidatonya di hadapan “School of Advanced International Studies” Washington, D.C. tanggal 22 Februari 1949 juga menegaskan bahwa yang dicita-citakan ialah suatu macam ekonomi campuran: lapanganlapangan tertentu akan dinasionalisasi dan dijalankan oleh pemerintah, sedangkan yang lain-lain akan terus terletak dalam lingkungan usaha partikelir. Yang terakhir ini harus tunduk kepada politik pemerintah mengenai syarat kerja, upah gaji, dan politik pegawai.
Walaupun sistem perekonomian Indonesia itu sudah cukup jelas dirumuskan oleh tokoh-tokoh ekonomi Indonesia yang sekaligus juga menjadi tokoh-tokoh pemerintahan pada awal Republik Indonesia berdiri, dalam perkembangannya pembicaraan tentang sistem perekonomian Indonesia tidak hanya berkisar pada sistem ekonomi campuran. Akan tetapi, sistem itu mengarah pada suatu bentuk baru yang disebut sebagai Sistem Ekonomi Pancasila. Diskusi tentang Sistem Ekonomi Pancasila itu masih terus berlangsung dan menjadi tugas bangsa Indonesia untuk ikut memikirkannya.
Diskusi itu kemudian dipertegas oleh rumusan yang dicantumkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara yang merupakan pedoman bagi kebijaksanaan pembangunan di bidang ekonomi di Indonesia. Rumusan itu berbunyi: “Pembangunan ekonomi yang didasarkan kepada Demokrasi Ekonomi menentukan bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Oleh karenanya, pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Sebaliknya, dunia usaha perlu memberikan tanggapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta penciptaan iklim tersebut dengan kegiatan-kegiatan yang nyata.

Demokrasi Ekonomi yang menjadi dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri -ciri positif sebagai berikut.

1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4) Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan rakyat pula.
5) Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak.
6) Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
7) Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara diperkembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.

Dalam Demokrasi Ekonomi harus dihindarkan ciri-ciri negatif sebagai berikut.

1) Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktural posisi Indonesia dalam ekonomi dunia.
2) Sistem etatisme dalam negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara.
3) Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat
.
Adapun berdasarkan UUD 1945 Pasal 33, pelaku utama dalam Sistem Demokrasi Ekonomi atau dikenal juga dengan Sistem Ekonomi Kerakyatan terdiri atas BUMN, BUMS dan koperasi. 

Sumber sistem ekonomi indonesia :

Firmansyah, Herlan dan Ramdani, Dani, 2009, Ilmu Pengetahuan Sosial 2 : untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII /Semester 1 dan 2, Jakarta : Pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 197 – 198.

pada tanggal 2/16/2011 1:24 PM

¡Compártelo!

0 komentar:

Posting Komentar

Buscar

 

Labels

rinna rinna rinna Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger