Berikut adalah 6 faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai
tukar mata uang antara 2 negara:
1. Perbedaan tingkat inflasi antara 2 negara
Suatu negara yang tingkat inflasinya konsisten rendah akan
lebih kuat nilai tukar mata uangnya dibandingkan negara yang inflasinya lebih
tinggi. Daya beli (purchasing
power) mata uang tersebut
relatif lebih besar dari negara lain. Pada akhir abad 20 lalu, negara-negara
dengan tingkat inflasi rendah adalah Jepang, Jerman dan Swiss, sementara
Amerika Serikat dan Canada menyusul kemudian. Nilai tukar mata uang
negara-negara yang inflasinya lebih tinggi akan mengalami depresiasi
dibandingkan negara partner dagangnya.
2. Perbedaan tingkat suku bunga antara 2 negara
Suku bunga, inflasi dan nilai
tukar sangat berhubungan erat. Dengan merubah tingkat suku bunga, bank sentral
suatu negara bisa mempengaruhi inflasi dan nilai tukar mata uang. Suku bunga
yang lebih tinggi akan menyebabkan permintaan mata uang negara tersebut
meningkat. Investor domestik dan luar negeri akan tertarik dengan return yang
lebih besar. Namun jika inflasi kembali tinggi, investor akan keluar hingga
bank sentral menaikkan suku bunganya lagi. Sebaliknya, jika bank sentral
menurunkan suku bunga maka akan cenderung memperlemah nilai tukar mata uang
negara tersebut.
3. Neraca
perdagangan
Neraca perdagangan antara 2 negara berisi semua pembayaran
dari hasil jual beli barang dan jasa. Neraca perdagangan suatu negara disebut
defisit bila negara tersebut membayar lebih banyak ke negara partner dagangnya
dibandingkan dengan pembayaran yang diperoleh dari negara partner dagang. Dalam
hal ini negara tersebut membutuhkan lebih banyak mata uang negara partner
dagang, yang menyebabkan nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap negara
partnernya melemah. Keadaan sebaliknya disebut surplus, dimana nilai tukar mata
uang negara tersebut menguat terhadap negara partner dagang.
4. Hutang publik (Public debt)
Neraca anggaran domestik suatu negara digunakan juga untuk
membiayai proyek-proyek untuk kepentingan publik dan pemerintahan. Jika
anggaran defisit maka public
debt membengkak. Public debtyang tinggi akan
menyebabkan naiknya inflasi. Defisit anggaran bisa ditutup dengan menjual bond
pemerintah atau mencetak uang. Keadaan bisa memburuk bila hutang yang besar
menyebabkan negara tersebut default (gagal bayar) sehingga peringkat
hutangnya turun. Public debt yang tinggi jelas akan cenderung
memperlemah nilai tukar mata uang negara tersebut.
5. Ratio harga
ekspor dan harga impor
Jika harga ekspor meningkat lebih cepat dari harga impor maka
nilai tukar mata uang negara tersebut cenderung menguat. Permintaan akan barang
dan jasa dari negara tersebut naik yang berarti permintaan mata uangnya juga
meningkat. Keadaan sebaliknya untuk harga impor yang naik lebih cepat dari
harga ekspor.
6. Kestabilan
politik dan ekonomi
Para investor tentu akan mencari negara dengan kinerja
ekonomi yang bagus dan kondisi politik yang stabil. Negara yang kondisi
politiknya tidak stabil akan cenderung beresiko tinggi sebagai tempat
berinvestasi. Keadaan politik akan berdampak pada kinerja ekonomi dan
kepercayaan investor, yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai tukar mata uang
negara tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar